Rabu, 22 Januari 2014

bom ranjau darat di sukapura Kertasari


KERTASARI (GM) - Warga Kp. Paku Haji, RT 03/08, Desa Sukapura, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung dikagetkan dengan penemuan bom ranjau darat. Bom jenis granat yang merupakan ranjau darat peninggalan zaman penjajahan tersebut ditemukan di belakang rumah H. Wawan.

Ranjau darat berbentuk granat mangga dengan berat sekitar 1,5 kilogram itu terkubur di kedalaman sekitar 50 centimeter dengan tertutup tiga lempeng besi sebagai penyangga. Bom ini pertama kali ditemukan Iyay (45), seorang pegawai bangunan, Sabtu (28/12) sore.

Diperoleh keterangan, saat itu Iyay tengah menggali tanah untuk membangun fondasi rumah di halaman belakang rumah H. Wawan. "Tiba-tiba cangkul saya menyentuh benda keras seperti besi. Setelah digali terus, saya menemukan benda berbentuk mangga. Lalu diangkat dan ternyata bom," terang Iyay kepada wartawan Senin, (30/12).

Temuan bom ranjau darat tersebut kemudian dilaporkan ke Polsek Kertasari. Sementara warga lainnya mengamankan bom ke lokasi aman untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. "Kami tidak mau mengotak-atik, karena takut terjadi sesuatu atau meledak," katanya.

Saat dikonfirmasi, Kapolsek Kertasari, Iptu Tugiman membenarkan penemuan bom ranjau darat tersebut. Menurutnya, ranjau darat tersebut diperkirakan masih aktif dan merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda. Sebab di daerah Kertasari pernah berdiri markas-markas penjajah kolonial Belanda.

"Situasi di tempat kejadian perkara aman terkendali. Kami sudah menerjunkan tim Satuan Jilandak Gegana Brimob Polda Jawa Barat untuk mengevakuasi granat tersebut dan melakukan pengamanan dengan pemasangan garis polisi 100 meter," paparnya.

Guna pemeriksaan lebih lanjut, tim Jilandak Gegana Brimob Polda Jabar telah mengevakuasi granat yang merupakan ranjau darat tersebut ke markas Brimob Polda Jawa Barat. "Kita serahkan bom tersebut ke tim Jihandak Gegana Brimob Polda Jabar untuk diteliti dan dilumpuhkan," jelasnya.
sumber : Galamedia(B.81)**

Selasa, 21 Januari 2014

pedoman pengabdian kepada masyarakat


PANDUAN
PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
TAHUN 2012
DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2012
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012
 i. KATA SAMBUTAN
Dinamika kehidupan masyarakat senantiasa berkorelasi erat dengan berkembangnya persoalan,
kebutuhan dan tantangan mereka yang seyogyanya diantisipasi PT dalam bentuk program
Pengabdian kepada Masyarakat, PPM secara tepat. DIT. LITABMAS dalam hal ini memfasilitasi
berbagai jenis program PPM agar dapat mengimbangi perkembangan persoalan, kebutuhan ataupun
tantangan yang dihadapi masyarakat. Di samping dinamika kehidupan yang tumbuh di masyarakat,
kesadaran akan manfaat eksistensi masyarakat industri bagi lingkungannya juga menjadi titik
perhatian antisipasi program PPM DIT. LITABMAS. Menyusun program PPM yang aktual kemudian
mengalokasikan dana pelaksanaannya hanya bersumber dari DIPA DIT. LITABMAS, disadari sangat
tidak memadai untuk menjangkau luasnya persoalan yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu
diperlukan adanya simbiosis antar berbagai instansi yang mengalokasikan dana untuk mencerdaskan,
mensejahterakan masyarakat atau meningkatkan kesehatan lingkungan. Simbiosis antara DIT.
LITABMAS dengan Pemerintah Kabupaten, Pemkab atau Kota, Pemko sudah berlangsung sejak tahun
2001. Pada saat itu program Sibermas mensyaratkan adanya kontribusi dana Pemkab/Pemko untuk
pelaksanaannya. Adanya dana Corporate Social Responsibility, CSR yang bersumber dari 2-3 %
keuntungan industri dan ditujukan bagi perbaikan kualitas lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan
ataupun kemandirian masyarakat, dinilai serasi dengan misi program PPM DIT. LITABMAS.
Pengalaman adanya fleksibilitas, kepraktisan dan kesungguhan pihak industri dalam pengelolaan
dana CSR memberi kemudahan dosen PT untuk memanfaatkannya dalam membantu industri
melengkapi kebutuhan mereka akan kepakaran keilmuan. Tidak adanya unsur politik yang
melatarbelakangi kegiatan CSR dirasakan dosen PT bekerjasama dengan industri jauh lebih
sederhana jika dibandingkan dengan Pemkab ataupun Pemko. Namun masih banyak juga Pemkab
atau Pemko yang peduli akan kualitas programnya untuk masyarakat, mengapresiasi niat baik dosen
PT membantu mereka. Dengan demikian, simbiosis program dan dana, khususnya Ipteks bagi
Wilayah, IbW memiliki peluang baru untuk direalisasikan, yakni 1) IbW-DIT. LITABMASPemkab/
Pemko; 2) IbW-DIT. LITABMAS-Pemkab/Pemko-CSR dan 3) IbW-DIT. LITABMAS-CSR.
Adanya pola sinergistik pendanaan semacam ini akan memberi keleluasaan PT untuk memilih pola
yang sesuai dengan situasi dan kondisi di wilayah masing-masing.
Sinergisme pendanaan dengan CSR pada prinsipnya juga dapat dilakukan untuk program IbM dan
IbPE. Sebab tidak seluruh CSR mampu berkontribusi senilai yang ditetapkan DIT. LITABMAS,
khususnya untuk program yang berlangsung selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
Dalam perjalanan waktu, masih saja teridentifikasi kesalahan-kesalahan elementer dalam penulisan
usulan, yang mungkin disebabkan karena Panduan PPM 2012 tidak diikuti secara lengkap. Di
samping itu, adanya informasi yang kurang terelaborasi cukup luas dalam Panduan diduga turut andil
dalam kesalahan tersebut. Untuk mencoba mereduksi terulangnya kembali kesalahan-kesalahan
sejenis, DIT. LITABMAS melakukan revisi atas Buku Panduan Program PPM Tahun 2012. Revisi
dilakukan pada uraian tentang Program Ipteks bagi Masyarakat (IbM), dan tambahan informasi
tentang IbW-DIT. LITABMAS-CSR dan IbW-DIT. LITABMAS-Pemda-CSR.
Atas terbitnya Buku Panduan Program PPM DIT. LITABMAS Tahun 2012 ini, saya sampaikan
terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah aktif berkontribusi,
semoga Allah swt merestui hasil kerja keras kita semua. Amien
Jakarta, 19 Maret 2012
Direktur Dit. Litabmas Ditjen DIKTI
Agus Subekti
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 ii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Sambutan Dirjen Dikti i
Daftar Isi ii
Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) v
1. Darma PPM v
2. Masyarakat Sasaran vi
3. Luaran Kegiatan vii
4. Pengelolaan Program vii
5. Laporan Akhir vii
6. LogBook viii
A. IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) 1
1. Latar belakang 1
2. Tahap Proses Realisasi Program 2
2.1. Usulan 2
2.1.1. Sampul Muka 2
2.1.2. Halaman Pengesahan 3
2.1.3. Struktur Dasar 4
2.2. Penilaian Usulan 5
2.2.1. Seleksi 5
2.2.2. Format Penilaian 5
2.2.3. Pengumuman Pelaksana 6
2.2.4. Kontrak Kerjasama 6
2.2.5. Laporan Akhir 7
2.2.5.1. Sampul Muka 7
2.2.5.2. Lembar Pengesahan 8
2.2.5.3. Struktur Dasar 9
B. IPTEKS BAGI KEWIRAUSAHAAN (IbK) 11
1. Latar belakang 11
2. Tahapan Proses Realisasi Program 12
2.1. Usulan Baru 12
2.1.1. Sampul Muka 12
2.1.2. Halaman Pengesahan 14
2.1.3. Struktur Dasar 15
2.2. Penilaian Usulan 16
2.3. Presentasi Usulan 18
2.4. Site Visit 20
2.5. Pengumuman Pelaksana 20
2.6. Kontrak Kerjasama 20
2.7. Usulan Yang Sedang Berjalan 20
2.8. Kontrak Lanjutan 20
2.9. Terminasi 20
2.10. Pemantauan Pelaksanaan Program 20
2.11. Pemaparan Hasil Tahunan 21
2.12. Laporan Tahunan 22
2.12.1. Sampul Muka 22
2.12.2. Halaman Pengesahan 23
2.12.3. Sistematika Laporan 24
C. IPTEKS BAGI PRODUK EKSPOR 26
1. Latar belakang 26
2. Tahapan Proses Realisasi Program 27
2.1. Usulan Baru 28
2.1.1. Sampul Muka 28
2.1.2. Halaman Pengesahan 29
2.1.3. Struktur Dasar 29
2.2. Penilaian Usulan 35
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 iii
2.3. Presentasi Usulan 36
2.4. Site Visit 37
2.5. Pengumuman Pelaksana 37
2.6. Kontrak Kerjasama 37
2.7. Usulan Yang Sedang Berjalan 37
2.8. Kontrak Lanjutan/terminasi 37
2.9. Pemantauan Pelaksanaan Program 37
2.10. Pemaparan Hasil Tahunan 37
2.11. Laporan Tahunan 38
2.11.1. Sampul Muka 39
2.11.2. Halaman Pengesahan 39
2.11.3. Sistematika Laporan 40
D. IPTEKS BAGI INOVASI KREATIVITAS KAMPUS 46
1. Latar belakang 46
2. Tahapan Proses Realisasi Program 47
2.1. Usulan Baru 47
2.1.1. Sampul Muka 47
2.1.2. Halaman Pengesahan 48
2.1.3. Struktur Dasar 49
2.2. Penilaian Usulan 52
2.3. Presentasi Usulan 54
2.4. Site Visit 55
2.5. Pengumuman Pelaksana 55
2.6. Kontrak Kerjasama 55
2.7. Usulan Yang Sedang Berjalan 55
2.8. Kontrak Lanjutan 55
2.9. Terminasi 55
2.10. Pemantauan Pelaksanaan Program 55
2.11. Pemaparan Hasil Tahunan 55
2.12. Laporan Tahunan/Laporan Akhir 57
2.12.1. Sampul Muka 57
2.12.2. Halaman Pengesahan 58
2.12.3. Sistematika Laporan 59
E. IPTEKS BAGI WILAYAH 63
1. Latar belakang 63
2. Tahapan Proses Realisasi Program 64
2.1. Usulan Baru 65
2.1.1. Sampul Muka 65
2.1.2. Halaman Pengesahan 66
2.1.3. Struktur Dasar 67
2.2. Penilaian Usulan 69
2.3. Presentasi Usulan 70
2.4. Site Visit 71
2.5. Pengumuman Pelaksana 71
2.6. Kontrak Kerjasama 71
2.7. Usulan Yang Sedang Berjalan 71
2.8. Kontrak Lanjutan 71
2.9. Terminasi 71
2.10. Pemantauan Pelaksanaan Program 71
2.11. Pemaparan Hasil Tahunan 71
2.12. Laporan Tahunan 73
2.12.1. Sampul Muka 73
2.12.2. Halaman Pengesahan 74
2.12.3. Sistematika Laporan 74
E. IPTEKS BAGI WILAYAH ANTARA PT-CSR atau PT-PEMDA-CSR 79
1. Latar belakang 79
2. Tahapan Proses Realisasi Program 80
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 iv
2.1. Usulan Baru 80
2.1.1. Sampul Muka 81
2.1.2. Halaman Pengesahan 82
2.1.3. Struktur Dasar 83
2.2. Penilaian Usulan 86
2.3. Presentasi Usulan 87
2.4. Site Visit 88
2.5. Pengumuman Pelaksana 88
2.6. Kontrak Kerjasama 88
2.7. Terminasi 88
2.8. Pemantauan Pelaksanaan Program 88
2.9. Pemaparan Hasil Tahunan 88
2.10. Laporan Tahunan atau Laporan Akhir 90
2.10.1. Sampul Muka 90
2.10.2. Halaman Pengesahan 91
2.10.3. Sistematika Laporan 92
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 v

PENDAHULUAN
1. DARMA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PPM yang merupakan salah satu Tridarma perguruan tinggi (PT) yang semestinya merupakan satu
kesatuan dengan dua darma yang lain, belum memperoleh apresiasi secara memadai. Hal itu dapat
diketahui dari sampai dengan Tahun 2010 kurang 5% populasi dosen dan kurang dari 1% Guru Besar
yang aktif melaksanakan PPM. Demikian pula besarnya alokasi dana PPM di DIT. LITABMAS masih
berkisar sekitar 15% dari alokasi dana riset dosen. Alokasi tersebut belum mampu ditingkatkan
sampai mencapai 20-25%. Disadari pula adanya kemungkinan faktor penyebab lainnya, yaitu
apresiasi karya PPM dalam sistem skor kenaikan pangkat dosen sangat rendah. Dengan demikian,
kontribusinya pada penilaian kinerja dosen menjadi tidak signifikan.
Secara empirik ditemukan bahwa menyusun usulan PPM jauh lebih sulit dibandingkan menulis
proposal riset. Kesulitan pertama yang dihadapi masyarakat dosen adalah tidak tersedianya data atau
informasi di kampus-kampus tentang siapa membutuhkan apa atau permasalahan apa sedang
dihadapi masyarakat mana? Kondisi ini memaksa dosen-dosen untuk mendatangi masyarakat,
mengidentifikasi dan membahas permasalahan atau tantangan atau kebutuhan mereka, jika ingin
menyelesaikan usulan PPM yang disusunnya. Kesulitan kedua, seringkali masyarakat tidak memahami
permasalahan apa yang seharusnya diselesaikan segera. Hal ini diduga karena terlalu banyak dan
masif persoalan yang dihadapi masyarakat dalam kesehariannya, sehingga semua permasalahan
dianggap setara. Kesulitan ketiga adalah pada saat menemukan kesepakatan atas permasalahan
yang ditangani sesuai dengan alokasi dana dan waktu pelaksanaan program PPM. Sebab masyarakat
telah banyak mengalami kekecewaan atau bahkan sudah dinina bobokkan pemerintah melalui proyek
kemasyarakatan yang cenderung memanjakan. Kendala keempat yang akan segera menghadang
adalah saat mengajak serta masyarakat untuk melaksanakan program bersama-sama. Kelima, belum
tersedianya perangkat untuk menilai kinerja PPM dan keenam, PPM seringkali tidak dapat
dilaksanakan sendiri-sendiri, tetapi harus bekerjasama dengan bidang keilmuan lain. Hal ini sesuai
dengan jenis permasalahan di masyarakat yang cenderung majemuk, tergantung dari banyak faktor.
Jika kriteria program PPM mewajibkan dosen bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten atau Kota,
maka kesulitan ketujuh adalah menemukan saat Bupati atau Walikota berkenan membahas program
bersama-sama PT. Kedelapan, meyakinkan pihak Pemkab/ Pemko tentang komitmen kontribusi dana
program.
Kesulitan-kesulitan yang disebutkan di atas mungkin belum mengungkap jumlah kesulitan yang
sebenarnya dihadapi para pengusul dan pelaksana PPM. Oleh karenanya, jika dibandingkan dengan
riset, maka kesulitan pada PPM sudah dimulai sejak penyusunan usulan, disusul kemudian saat
pelaksanaannya di lapangan. Menata mind-set dan juga perilaku masyarakat terhadap peradaban
baru yang dibawa dosen memerlukan strategi dan taktik khusus atau spesial. Namun, jika masyarakat
merasakan benar manfaat yang dibawa PPM, maka reputasi tim bahkan PTnya akan segera mencuat.
Dalam hal seperti ini, masyarakat akan memberikan apresiasi dengan caranya sendiri.
PPM dapat diartikan sebagai respons akademik masyarakat kampus atas kebutuhan, tantangan atau
persoalan yang dihadapi masyarakat , baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika demikian
halnya, maka PPM tidak harus diartikan sempit dengan fokus pada kegiatan yang mengarah kepada
masyarakat miskin semata. Oleh karena itu, arti dan makna PPM menjadi lebih luas dengan meliputi
seluruh strata sosial masyarakat.
Misi PPM sendiri adalah menciptakan peradaban dan nilai-nilai kehidupan baru bagi masyarakat luas
dan juga masyarakat kampus. Dengan demikian, prinsip transfer ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat terpenuhi. Sebab ada solusi mengalir dari kampus-kampus dan sebagai imbalannya, tantangan
mengalir masuk dari masyarakat. Mengacu kepada misi PPM tersebut ditetapkan aliran kerja bagi
masyarakat dosen yang berniat melakukan PPM. Aliran kerja tersebut diawali dengan kunjungan ke
masyarakat sasaran sesuai dengan jenis program PPM yang akan diusulkan. Pada saat kunjungan,
pengusul sebaiknya tidak mengidentifikasi sekaligus menetapkan persoalan, kebutuhan atau
tantangan yang dihadapi masyarakat secara sepihak. Akan tetapi, hasil identifikasi PT harus
dibicarakan terlebih dahulu bersama masyarakat dan mendengarkan serta mencernakan masukanmasukan
yang diberikan berkenaan dengan hal tersebut. Masukan yang berasal dari masyarakat
menjadi pekerjaan utama atau kegiatan yang diprioritaskan pada usulan PPM. Hal inilah yang
selanjutnya menjadi pemikiran dosen untuk dicarikan solusinya. Tindakan-tindakan yang dilakukan
dalam kegiatan PPM umumnya diwadahi dalam satu atau beberapa program. Tindakan tersebut akan
memberikan hasil dalam wujud luaran program. Karena jenis tindakan sudah diketahui sejak awal,
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 vi
maka target luaranpun dapat dirancang dan diantisipasi apakah berwujud jasa ataupun barang.
Seluruhnya berada dalam kondisi siap dimanfaatkan masyarakat. Usulan PPM menjadi lengkap
setelah dicantumkan jadwal kegiatan dan rencana anggaran biaya serta lampiran-lampiran yang
disyaratkan, ke dalamnya.


2. MASYARAKAT SASARAN
Dalam pelaksanaannya, PPM memerlukan mitra atau partner kerja. Hal ini berarti bahwa
masyarakat dosen tidak bekerja sendiri dan menyerahkan hasil kerjanya langsung kepada
masyarakat partnernya. Akan tetapi, dosen mengkonstruksikan solusi permasalahan melalui cara
memotivasi, membimbing, memberi ilmu pengetahuan dan/atau teknologi, melatihkannya kepada
masyarakat, sehingga misi PPM tercapai.
Partner PPM atau masyarakat sasaran selengkapnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
• Masyarakat Dunia Usaha,
• Masyarakat di Instansi Pemerintah,
• Perorangan atau Kelompok Masyarakat,
• Unit Layanan Masyarakat Profit dan Non Profit,
• Masyarakat Perguruan Tinggi Dalam Negeri, dan
• Masyarakat atau Institusi di Luar Negeri
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 vii
Masyarakat dunia usaha meliputi usaha rumahan, usaha mikro seluruh komoditas, pedagang kaki
lima, pedagang asongan, pedagang pasar, pengelola pasar tradisional, usaha kecil sampai kepada
usaha menengah. Masyarakat di institusi pemerintah misalnya pegawai di kantor kelurahan,
kantor kecamatan, polsek atau polres, pegawai TVRI pusat atau daerah, koperasi milik instansi
pemerintah dan lain-lain. Termasuk ke dalam perorangan atau kelompok masyarakat adalah
individu atau kelompok yang tidak produktif secara ekonomis, seperti misalnya kelompok ibu-ibu
RT, kelompok remaja putus sekolah, kelompok karang taruna, siswa, guru, persatuan guru mata
pelajaran, pecandu narkoba, kelompok pesenam jantung sehat, santri pondok pesantren,
masyarakat penghuni lapas, panti asuhan, masyarakat pelestari lingkungan, anak jalanan, penghuni
rumah singgah dan lain sebagainya. Contoh unit layanan masyarakat profit misalnya pusatpusat
kebugaran, pengelola futsal atau gelanggang olah raga, rental komputer dan lain-lain,
sedangkan yang non profit misalnya posyandu, puskesmas, museum, perpustakaan daerah dan
sejenisnya. Partner PPM berupa masyarakat PT dalam negeri terjadi pada saat PT A membina PT
B sampai pada level akademik selama kurun waktu tertentu. Sedangkan masyarakat atau institusi
di luar negeri masih merupakan suatu peluang PT dalam menjalankan PPM, misalnya sebagai
sukarelawan membantu masyarakat luar negeri yang tertimpa bencana alam. Yang terakhir ini
belum terumuskan wujud program PPMnya.
3. LUARAN KEGIATAN
Perubahan program PPM dan alokasi dananya membawa transformasi bentuk luaran kegiatan.
Jika sebelumnya luaran PPM yang dituntut DIT. LITABMAS adalah Laporan Akhir, maka sejak
diralisasikannya program PPM Tahun 2009, luaran kegiatan disamakan dengan riset, yaitu artikel.
Tergantung dari besaran nominal dana program, skala edar artikel juga berbeda. Untuk program
PPM dengan dana sebesar Rp 50 juta,-, seperti IbM, artikel yang disusun wajib dipublikasikan
dalam jurnal berskala nasional. Sedangkan yang didanai sebesar Rp 100 juta,-, seperti IbK, IbIKK,
IbPE dan IbW, artikelnya wajib dipublikasikan pada level internasional. Artikel yang dikirimkan ke
pengelola jurnal atau majalah PPM baik nasional maupun internasional, dihimbau untuk
menyampaikannya juga ke DIT. LITABMAS.
Mengingat adanya perbedaan karakter antara riset dan PPM, maka DIT. LITABMAS memandang
perlu untuk mempertimbangkan adanya jurnal PPM yang dikelola asosiasi masyarakat pengabdi
dan mencerminkan karakter sejatinya PPM. Dalam hal ini, DIT. LITABMAS tidak pada posisi
sebagai penyedia jurnal termaksud, tetapi bermksud untuk mulai mempersiapkan model
akreditasi yang tepat.
4. PENGELOLAAN PROGRAM
Untuk seleksi usulan baru program Mono dan Multi Tahun, dilakukan terpusat dengan Satuan
Tugas Seleksi usulan. Untuk keperluan pemantauan program Mono dan Multi Tahun,
pelaksanaannya dilakukan oleh pihak LPM/LPPM/UPPM PT dan DIT. LITABMAS. Hasilnya
diserahkan kepada DIT. LITABMAS untuk dikonfirmasi dalam acara Pemaparan Pelaksanaan
Program yang dilaksanakan setiap tahun setelah proses pemantauan selesai dilakukan. Hasilnya
digunakan dalam penetapan apakah pekerjaan akan dilanjutkan atau diterminasi.
5. LAPORAN AKHIR
Laporan Akhir disusun untuk dua lembaga, yaitu Laporan Akhir berupa narasi lengkap yang
disertai foto-foto kegiatan, hasilnya diserahkan dan diarsipkan pihak LPM/LPPM/UPPM PT.
Sedangkan Laporan Akhir versi kuisener seperti tercantum dalam Buku Panduan Program PPM
Tahun 2010, disusun dan dikirimkan ke DIT. LITABMAS. Data yang terekam dari isian kuisiner
akan menjadi basis data masing-masing program PPM dan DIT. LITABMAS akan
memanfaatkannya untuk menyusun profil kinerja PPM secara nasional.
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 viii
6. LogBOOK
Setiap pelaksana program PPM diwajibkan memiliki LogBook untuk keperluan mencatat waktu,
lokasi pekerjaan, setiap aktivitas yang dilakukan, hasil yang diperoleh, permasalahan yang
dihadapi, cara penyelesaian sampai usulan paten (jika ada). Setiap catatan agar diparaf, diberi
identitas nama dan posisi pencatat di dalam tim. LogBook menjadi fokus perhatian Satgas DIT.
LITABMAS ataupun LPM/LPPM/UPPM PT dalam melaksanakan pemantauan tahunan. Untuk
program PPM multi-tahun, LogBook cukup satu buku untuk seluruh pekerjaan selama tiga tahun,
sejauh halaman buku masih mencukupi. Dalam kasus terdapat peluang pengusulan paten,
keberadaan LogBook yang dikelola dengan baik, dapat sangat membantu.
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 1
A. IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)
1. Latar Belakang
Ipteks bagi Masyarakat (IbM) merupakan salah satu program pengabdian kepada masyarakat (PPM)
yang dirumuskan dan dikembangkan DIT. LITABMAS Ditjen Dikti pada tahun 2009. Program IbM
dibentuk melalui integrasi dua program PPM sebelumnya, yaitu penerapan Ipteks dan Vucer, yang
masing-masingnya telah dilaksanakan sebelum tahun 1992 dan sejak 1994.
Sebagaimana telah diketahui bahwa program penerapan Ipteks difokuskan pada penerapan hasilhasil
Ipteks perguruan tinggi untuk meningkatkan keterampilan dan pemahaman ipteks masyarakat.
Program ini dilaksanakan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan pelayanan masyarakat, serta kaji
tindak dari ipteks yang dihasilkan perguruan tinggi. Khalayak sasarannya adalah masyarakat luas,
baik perorangan, kelompok, komunitas maupun lembaga, di perkotaan atau perdesaan. Sedangkan
program Vucer fokus pada solusi persoalan teknologi atau manajemen, termasuk pembukuan dan
pemasaran untuk khalayak sasaran industri kecil dan koperasi.
Berbeda dengan program Vucer, produk pelaksanaan program penerapan Ipteks pada awalnya tidak
menghasilkan luaran yang terukur. Namun sejak tahun 2004, penerapan Ipteks dituntut agar mampu
menghasilkan produk yang terukur pula. Dengan demikian, kegiatan program penerapan Ipteks
dalam perkembangannya semakin sulit dibedakan secara jelas dengan program Vucer, kecuali dari
sisi mitranya. Keterukuran diutamakan guna membuka peluang DIT. LITABMAS menentukan
indikator kinerja kedua program. Di sisi lain, DIT. LITABMAS mencoba menerapkan paradigma baru
dalam kegiatan PPM yang bersifat problem solving, komprehensif, bermakna, tuntas, dan
berkelanjutan (sustainable) dengan sasaran yang tidak tunggal. Hal-hal inilah yang menjadi alasan
dikembangkannya program Ipteks bagi Masyarakat (IbM).
Dalam program PPM berbasis Ipteks bagi Masyarakat (IbM), khalayak sasarannya adalah 1)
masyarakat yang produktif secara ekonomis (usaha mikro); 2) masyarakat yang belum produktif
secara ekonomis, tetapi berhasrat kuat menjadi wirausahawan; dan 3) masyarakat yang tidak
produktif secara ekonomis (masyarakat biasa). Jika bermitra dengan masyarakat produktif secara
ekonomis, diperlukan 2 (dua) pengusaha mikro dengan komoditas sejenis atau yang berkorelasi satu
sama lain (misalnya pemasok bahan baku dan produsen yang memanfaatkan bahan baku tersebut
menjadi produk). Mitra kelompok perajin, nelayan, petani yang setiap anggotanya memiliki karakter
produktif secara ekonomis, jumlah yang diperlukan dalam program IbM cukup 2 atau sebanyakbanyaknya
3 orang. Jumlah mitra ini ditetapkan dengan mempertimbangkan efisiensi dan intensitas
pelaksanaan program.
Jika mitra program adalah masyarakat yang belum produktif namun berhasrat kuat menjadi
wirausahawan, diperlukan adanya 2 kelompok mitra yang masing-masingnya terdiri dari 3-5 orang.
Komoditas mitra diupayakan sejenis atau satu sama lainnya saling berkaitan dengan
mempertimbangkan bahan baku, spirit wirausaha, fasilitas, SDM, pasar dan lain-lain yang relevan.
Untuk masyarakat yang tidak produktif secara ekonomis seperti siswa sekolah (jumlah mitranya
minimal dua sekolah) , kelompok karang taruna, kelompok ibu-ibu RT, kelompok anak-anak jalanan,
diperlukan minimal 3 (tiga) kader maksimal 5 (lima) kader per kelompok. Dalam beberapa kasus
mungkin diperlukan mitra dalam wujud 2 (dua) RT, 2 (dua) dusun atau 2 (dua) desa, 2 (dua)
Puskesmas/Posyandu, 2 (dua) Polsek, 2 (dua) Kantor Camat atau Kelurahan dan lain sebagainya.
Jenis permasalahan yang wajib ditangani dalam program IbM, khususnya masyarakat produktif secara
ekonomis atau calon wirausaha baru meliputi aspek produksi dan manajemen usaha. Untuk kegiatan
yang tidak bermuara pada aspek ekonomi, wajib mengungkapkan rinci permasalahan dalam aspek
utama yang diprioritaskan untuk diselesaikan.
Pada hakekatnya, kegiatan IbM merupakan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi mitra melalui
pendekatan secara terpadu, melibatkan berbagai disiplin ilmu, baik serumpun maupun tidak. Program
IbM menghasilkan luaran yang terukur, bermakna, dan berkelanjutan bagi kelompok masyarakat atau
Panduan Program Pengabdian kepada masyarakat Tahun 2012 2
kelompok pengusaha mikro. Kegiatan IbM dapat dilakukan di perkotaan atau perdesaan dari berbagai
bidang ilmu, teknologi, seni perguruan tinggi, sesuai kebutuhan mitra sasarannya.
Misi program IbM adalah membentuk masyarakat produktif berkinerja tinggi, memiliki kekuatan
ekonomi yang tangguh, dan masyarakat mandiri berkehidupan tenteram dan sentosa.
Tujuan program IbM adalah:
• membentuk/mengembangkan sekelompok masyarakat yang mandiri secara ekonomis,
• membantu menciptakan ketentraman, kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat,
• meningkatkan keterampilan berpikir, membaca dan menulis atau keterampilan lain yang
dibutuhkan,
Luaran program IbM dapat berupa:
1) Jasa,
2) Metode,
3) Produk/Barang dan
4) Paten
yang kesemua itu mampu memberi dampak pada:
(a) up-dating ipteks di masyarakat,
(b) peningkatan produktivitas mitra,
(c) peningkatan atensi akademisi terhadap kelompok masyarakat/usaha mikro,
(d) peningkatan kegiatan pengembangan ilmu, teknologi dan seni di perguruan tinggi.
Hasil program IbM wajib disebarluaskan dalam bentuk artikel dan dipublikasikan melalui
Jurnal/Majalah Nasional.
Program IbM berlangsung selama 1 (satu) tahun dan dibiayai sepenuhnya melalui DIPA DIT.
LITABMAS Ditjen Dikti atau bersama Instansi lain. Dukungan dana DIPA DIT. LITABMAS Ditjen Dikti
maksimum sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu pelaksanaan
minimal 8 bulan. Pencairan dana dilakukan melalui dua tahapan, yaitu: tahap I 70% dan II 30%.
Tahap II tidak akan dicairkan jika Laporan Akhir belum diterima DIT. LITABMAS.

pedoman dasar karang taruna


MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 83 / HUK / 2005
TENTANG
PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Karang Taruna merupakan Organisasi Sosial wadah pengembanganGenerasi Muda                 yang mampu menampilkan karakternya melalui cipta, rasa, karsa, dan karya di bidang kesejahteraan social;
                     b. bahwa Karang Taruna sebagai modal sosial strategis untuk mewujudkan keserasian, keharmonisan, keselarasan dalam kerangka memperkuat kesetiakawanan sosial, kebersamaan, kejuangan, dan pengabdian terutama di bidang Kesejahteraan Sosial;
                         c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana huruf a dan huruf b, maka
perlu menetapkan Peraturan Menteri
Sosial RI tentang Pedoman Dasar
Karang Taruna.
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 6 Tahun
1974 tentang Ketentuan – ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial (
Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3039 );
2. Undang –Undang Nomor 8 Tahun 1985
Tentang Organisasi Kemasyarakatan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor
44, Tambahan Lembaran Negara Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
3. Undang - Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
4. Keputusan Presiden RI Nomo r 8/M
Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden RI Nomor 187/M
Tahun 2004 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu;
5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi
Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik
Indonesia;
6. Peraturan Presiden RI Nomor 15
Tahun 2005 tentang Perubahan
Atas
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
7. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor
06/HUK/2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Sosial;
8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor
25/HUK/2003 tentang Pola
Pembangunan Kesejahteraan Sosial;
Memperhatikan : Hasil Temu Karya Nasional V Karang
Taruna Tahun 2005 tanggal 10 sampai
dengan 12 April 2005 di Provinsi Banten.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL
REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah
pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang
atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh
dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah
desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama
bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
2. Anggota Karang Taruna adalah setiap generasi muda dari usia
11 tahun sampai dengan 45 tahun yang berada di
desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat.
3. Komunitas Adat Sederajat adalah warga masyarakat yang
tinggal dan hidup bersama di daerah yang dibatasi oleh
wilayah adat dan kedudukanya sederajat dengan
desa/kelurahaan.
4. Majelis Pertimbangan Karang Taruna (MPKT) adalah wadah
penghimpun mantan pengurus Karang Taruna dan tokoh
masyarakat lain yang berjasa dan bermanfaat bagi kemajuan
Karang Taruna, yang tidak memiliki hubungan struktural
dengan Kepengurusan Karang Taruna
BAB II
ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Setiap Karang Taruna berasaskan Pancasila.
(2) Tujuan Karang Taruna adalah :
a. Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan kesadaran
dan tanggung jawab sosial setiap generasi muda warga
Karang Taruna dalam mencegah, menagkal,
menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah
sosial.
b. Terbentuknya jiwa dan semangat kejuangan generasi
muda warga Karang Taruna yang Trampil dan
berkepribadian serta berpengetahuan.
c. Tumbuhnya potensi dan kemampuan generasi muda
dalam rangka mengembangkan keberdayaan warga
Karang Taruna.
d. Termotivasinya setiap generasi muda warga Karang
Taruna untuk mampu menjalin toleransi dan menjadi
perekat persatuan dalam keberagaman kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e. Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang
Taruna dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan
sosial bagi masyarakat.
f. Terwujudnya Kesejahteraan Sosial yang semakin
meningkat bagi generasi muda di desa/kelurahan atau
komunitas adat sederajat yang memungkinkan
pelaksanaan fungsi sosialnya sebagai manusia
pembangunan yang mampu mengatasi masalah
kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g. Terwujudnya pembangunan kesejahteraan sosial generasi
muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat
yang dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan
terarah serta berkesinambungan oleh Karang Taruna
bersama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal 3
(1) Setiap Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan atau
komunitas adat sederajat di dalam wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Setiap Karang Taruna mempunyai tugas pokok secara
bersama-sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat
lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan
social terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang
bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi
generasi muda di lingkungannya.
(3) Setiap Karang Taruna melaksanakan fungsi :
a. Penyelenggara Usaha Kesejahteraan Sosial.
b. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bagi masyarakat.
c. Penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama
generasi muda dilingkunggannya secara komprehensif,
terpadu dan terarah serta berkesinambungan.
d. Penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa
kewirausahaan bagi generasi muda di lingkungannya.
e. Penanaman pengertian, memupuk dan meningkatkan
kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda.
f. Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan,
jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat
nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
g. Pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat
mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat
rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan
kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala
sumber dan potensi kesejahteraan sosial di lingkungannya
secara swadaya.
h. Penyelenggara rujukan, pendampingan, dan advokasi
social bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
i. Penguatan sistem jaringan komunikasi, kerjasama,
informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
j. Penyelenggara usaha-usaha pencegahan permasalahan
sosial yang aktual.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 4
(1) Keanggotaan Karang Taruna menganut sistim stelsel pasif
yang berarti seluruh generasi muda dalam lingkungan
desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang berusia
11 tahun sampai dengan 45 tahun, selanjutnya disebut
sebagai warga Karang Taruna.
(2) Setiap generasi muda dalam kedudukannya sebagai warga
Karang Taruna mempunyai hak dan kewajiban yang sama
tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan
budaya, jenis kelamin, kedudukan sosial, pendirian politik dan
agama.
BAB V
KEORGANISASIAN
Pasal 5
(1) Keorganisasian Karang Taruna diatur berdasarkan aspirasi
warga Karang Taruna yang bersangkutan di desa/kelurahan
atau komunitas adat sederajat setempat.
(2) Untuk memnatapkan komunikasi, kerjasama, pertukaran
informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna, dapat dibentuk
wadah di lingkup kecamatan, kabupaten/kota, Provinsi dan
Nasional sebagai sarana organisasi Karang Taruna yang
pemantapannya melalui para pengurus disetiap lingkup
masing-masing.
BAB VI
KEPENGURUSAN
Pasal 6
(1) Pengurus Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan
mufakat oleh warga Karang Taruna yang bersangkutan dan
memenuhi syarat - syarat untuk diangkat sebagai pengurus
Karang Taruna yaitu :
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
c. Dapat membaca dan manulis
d. Memiliki pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang
Taruna.
e. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan berorganisasi,
kemauan dan kemampuan, pengabdian dibidang
kesejahteraan social.
f. Sebagai warga penduduk setempat dan bertempat tinggal
tetap.
g. Berumur 17 tahun sampai dengan 45 tahun.
(2) Susunan Pengurus Karang Taruna dapat dibentuk sesuai
dengan kebutuhan.
(3) Kepengurusan Karang Taruna sesuai dengan
keorganisasiannya diatur sebagai berikut :
a. Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas
Adat Sederajat yang terpilih dan disahkan dalam wilayah
yang bersangkutan dan dikukuhkan oleh kepala
Desa/Lurah atau Kepala/Ketua Komunitas Adat Sederajat
setempat.
b. Pengurus dilingkup Kecamatan yang disahkan dalam Temu
Karya Kecamatan adalah sebagai pengembangan jaringan
komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaburasi antar
Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Kecamatan dan
dikukuhkan oleh Camat setempat.
c. Pengurus dilingkup Kabupaten/kota yang disahkan dalam
Temu Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai
pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi
dan kolaburasi antar Karang Taruna dalam lingkup/wilayah
Kabupaten/Kota dan dikukuhkan oleh Bupati/Walikota
setempat.
d. Pengurus dilingkup Provinsi yang disahkan dalam Temu
Karya Provinsi adalah sebagai pengembangan jaringan
komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaburasi antar
Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Provinsi dan
dikukuhkan oleh Gubernur setempat.
e. Pengurus di lingkup Nasional yang disahkan dalam Temu
Karya Nasional adalah sebagai pengembangan jaringan
komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar
Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan dikukuhkan oleh Menteri
Sosial.
(4) Susunan pengurus disetiap lingkup Kecamatan
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional Disesuaikan dengan
kebutuhan di masing-masing lingkup.
BAB VII
MEKANISME KERJA
Pasal 7
(1) Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat
Sederajat melaksanakan fungsi-fungsi operasional dibidang
kesejateraan social sebagai tugas pokok Karang Taruna dan
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) serta
program kerja lainnya yang dilaksankan bersama Pemerintah
dan komponen terkait sesuai dengan Peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(2) Pengurus disetiap lingkup yang ditetapkan sebagai pranata
jaringan komunikasi, informasi, kerjasama dan kolaborasi
antar Karang Taruna mulai dari pengurus dilingkup Kecamatan
sampai dengan Nasional melaksanakan fungsi sebagai berikut
:
a. Pengelola system informasi dan komunikasi;
b. Pemberdaya, mengembangkan dan memperkuat system
jaringan kerjasama (networking) antar Karang Taruna
serta dengan pihak lain yang terkait;
c. Penyelenggara mekanisme pengambilan keputusan
organisasi, pendampingan, dan advokasi;
d. Konsolidasi dan Sosialisasi dalam rangka memelihara
solideritas, konsistensi dan citra organisasi.
(3) Mekanisme hubungan komunikasi, informasi, kerjasama dan
kolaborasi antar Karang Taruna dengan wadah pengurus di
lingkup Kecamatan, Kabupaten/kota, Provinsi dan Nasional
adalah bersifat koordinatif, konsultatif dan kolaboratif secara
fungsional serta bukan operasional.
(4) Untuk mendayagunakan pranata jaringan komunikasi,
informasi, kerjasama dan kolaborasi antar Karang Taruna yang
lebih berdayaguna dan berhasilguna, maka diadakan Forum
pertemuan Karang Taruna yang diatur sebagai berikut:
a. Bentuk-bentuk Forum terdiri dari :
1). Temu Karya;
2). Rapat Kerja;
3). Rapat Pimpinan;
4). Rapat Pengurus Pleno;
5). Rapat Konsultasi;
b. Mekanisme Forum pertemuan tersebut diatur lebih lanjut
dalam Pedoman pelaksanaan Karang Taruna
c. Forum-forum pertemuan Karang Taruna sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a diatas, dinyatakan sah
apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah
peserta/pengurus dari lingkup yang bersangkutan.
d. Pengambilan keputusan dalam setiap Forum pertemuan
Karang Taruna wajib dilakukan secara musyawarah dan
mufakat, dan apabila hal itu tidak tercapai maka
keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
e. Forum Pertemuan Karang Taruna yang diadakan secara
Nasional dan khusus dalam rangka usulan untuk bahan
perubahan Pedoman Dasar/Pedoman pelaksanaan Karang
Taruna, diatur sebagai berikut :
1]. Minimal 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta/pengurus
dari lingkup Provinsi diseluruh wilayah Indonesia harus
hadir ditambah unsur dari Departemen Sosial selaku
Pembina Fungsional.
2]. Usulan perubahan Pedoman Dasar/Pedoman Rumah
Tangga Karang Taruna dapat dinyatakan sah apabila
didasarkan pada persetujuan minimal 2/3 (dua pertiga)
dari jumlah Provinsi peserta yang hadir dan mendapat
persetujuan dari Pembina Fungsional Pusat
(Departemen Sosial).
3]. Rekomendasi usulan guna perubahan tersebut,
diusulkan sebagai bahan untuk disahkan atau
ditetapkan oleh Menteri Sosial.
(5) Kedudukan, pemilihan dan masa bakti pengurus sebagai
berikut :
a. Pengurus Karang Taruna berkedudukan di Desa/Kelurahan
atau Komunitas Adat Sederajat setempat.
Pengurus di lingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota dan
Provinsi berkedudukan di Ibukota masing-masing dan
pengurus dilingkup Nasional berkedudukan di Ibukota
Negara.
b. Pemilihan pengurus dilakukan secara musyawarah dan
mufakat dalam Temu Karya serta wajib memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan.
c. Masa bakti Pengurus Karang Taruna di Desa/Kelurahan
atau Komunitas Adat Sederajat paling lama 3 (tiga) tahun
dan Pengurus di lingkup Kecamatan sampai dengan
Nasional, masing-masing selama 5 (lima) tahun serta
dapat dipilih kembali untuk kedua kalinya memenuhi
persyaratan yang berlaku.
BAB VIII
PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN PENGURUS
Pasal 8
(1) Pengukuhan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau
Komunitas Adat Sederajat dan Pengurus di lingkup Kecamatan
sampai dengan Nasional dilakukan dengan Surat Keputusan
Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya.
(2) Surat Keputusan Pejabat yang berwenang tersebut pada ayat
(1) di atas adalah :
a. Surat Keputusan Kepala Desa/Lurah atau Komunitas
Adat Sederajat untuk pengukuhan Pengurus Karang
Taruna Setempat
b. Surat Keputusan Camat untuk pengukuhan Pengurus
dilingkup Kecamatan setempat.
c. Surat Keputusan Bupati/Walikota untuk pengukuhan
Pengurus di lingkup Kabupaten/Kota setempat.
d. Surat Keputusan Gubernur untuk Pengukuhan
Pengurus di lingkup Provinsi setempat.
e. Surat Keputusan Menteri Sosial untuk Pengukuhan
Pengurus dilingkup Nasional
(3) Pelantikan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau
Komunitas Adat Sederajat dan Pengurus dilingkup Kecamatan
sampai dengan Nasional dilakukan oleh Pejabat yang
berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya masingmasing.
BAB IX
PEMBINA
Pasal 9
(1) Karang Taruna sebagai Organisasi Sosial Generasi Muda
diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
memiliki Pembina Utama, Pembina Fungsional dan Pembina
Teknis.
(2) Pembina Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Presiden Republik Indonesia.
(3) Pembina Umum, Pembina Fungsional dan Pembina Teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di Pusat dan di daerah
adalah :
a. Pembina di Pusat terdiri :
1). Menteri Dalam Negeri Selaku Pembina Umum
2). Menteri Sosial selaku Pembina Fungsional
3). Pimpinan Departemen/Kementerian Negara/Lembaga
atau Badan Negara yang terkait
sebagai Pembina Teknis Karang Taruna.
b. Pembina di Daerah terdiri dari :
1). Pembina Umum
a]. Gubernur Provinsi
b]. Bupati/Walikota untuk Kabupaten/Kota
c]. Camat untuk Kecamatan
d]. Kepala Desa/Lurah atau Komunitas Adat Sederajat
untuk Desa/Kelurahan atau komunitas Adat
Sederajat
2). Pembina Fungsional :
a]. Kepala Dinas/Instansi Sosial Provinsi
b]. Kepala Dinas/Instansi Sosial Kabupaten Kota
c]. Kepala Seksi/Unit yang tugasnya berkaitan
langsung dengan bidang kesejahteraan sosila
di Kecamatan dan/atau di Desa/Kelurahan atau
Kominitas Adat Sederajat.
3). Pembina Teknis.
a]. Pimpinan Instansi/Lembaga/Badan Daerah Provinsi
yang terkait
b]. Pimpinan Instansi/Jawatan/Lembaga atau Badan
Daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
c]. Pimpinan Unit Kecamatan, Desa/Kelurahan atau
Komunitas Adat Sederajat yang terkait dengan
Penyediaan dukungan bagi peningkatan Fungsi
Karang Taruna di wilayah setempat.
BAB X
KEUANGAN
Pasal 10
Keuangan Karang Taruna dapat diperoleh dari :
a. Iuran Warga Karang Taruna
b. Usaha sendiri yang diperoleh secara syah
c. Bantuan Masyarakat yang tidak mengikat
d. Bantuan/Subsidi dari Pemerintah
e. Usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
MAJELIS PERTIMABANGAN DAN UNIT TEKNIS KARANG
TARUNA
Pasal 11
(1) Setiap Karang Taruna dapat membentuk Majelis Pertimbangan
Karang Taruna (MPKT) pada forum tertinggi (Temu Karya) di
masing-masing wilayahnya yang kemudian dikukuhkan oleh
forum tersebut.
(2) Majelis Pertimbangan Karang Taruna dipimpin oleh seorang
Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris dan beberapa
orang Wakil Sekretaris (sesuai kebutuhan) merangkap
anggota, dan para anggota yang jumlahnya ditentukan sesuai
dengan jumlah mantan aktivis Karang Taruna di wilayahnya
masing-masing ditambah beberapa tokoh yang dianggap
layak, apabila memungkinkan.
Pasal 12
(1) Karang Taruna dapat membentuk Unit Teknis sesuai dengan
kebutuhan pengembangan organisasi dan programprogramnya.
(2) Unit Teknis dimaksud merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kelembagaaan Karang Taruna dan
pembentukannya harus melalui mekanisme pengambilan
keputusan dalam forum yang representatif dan sesuai
kapasitasnya untuk itu;
(3) Unit Teknis disahkan dan dilantik oleh Karang Taruna yang
membentuknya dan harus berkoordinasi serta
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Karang Taruna
yang membentuknya.
BAB XII
IDENTITAS
Pasal 13
(1) Karang Taruna dapat memiliki identitas lambang bendera,
panji, yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Sosial
RI Nomor 65/HUK/KEP/XI/1982, dan lagu mars serta hymne.
(2) Identitas yang telah ditetapkan dan/atau digunakan tersebut
menjadi identitas resmi Karang Taruna dan hanya dapat
dirubah dengan Keputusan Menteri Sosial.
(3) Mekanisme penggunaan identitas Karang Taruna diatur lebih
lanjut dalam Pedoman pelaksanaan Karang Taruna.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN
Pasal 14
Sesuai dengan kebutuhan, setiap Karang Taruna dapat menyusun
dan/atau menyesuaikan Anggaran Rumah Tangga berdasarkan
Pedoman Dasar Karang Taruna ini
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 15
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini, akan diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pemberdayaan Sosial.
(2) Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri
Sosial RI Nomor 11 / HUK 1988 tentang Pedoman Dasar
Karang Taruna, dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan
dibetulkan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Juli 2005
Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth :
1. Bapak Presiden Republik Indonesia;
2. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu;
3. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat;
4. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal
dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial di
Lingkungan Departemen Sosial;
5. Gubernur Provinsi di seluruh Indonesia;
6. Kepala Dinas/Instansi Sosial Provinsi di seluruh Indonesia;
7. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia;
8. Para Kepala Biro, Direktur, Inspektur, Sekretaris
Itjen/Ditjen/Badan dan Kepala Pusat di lingkungan
Departemen Sosial;
9. Kepala Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota di seluruh
Indonesia;
10. Kepala Bagian Bantuan Hukum dan Dokumentasi – Biro
Kepegawaian dan Hukum Departemen Sosial.
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
H. BACHTIAR CHAMSYAH, SE.

 

Subscribe to our Newsletter

Contact our Support

Email us: youremail@gmail.com

Our Team Memebers